Rabu, 24 Juni 2020

Tulus 2

Hampir memasuki waktu subuh, datanglah beberapa polisi bersama seorang pasien di UGD. Berbaju kaos merah bertuliskan PSI. Dia baru saja minum obat nyamuk karena stres keadaan rumah tangga. 

"Kenapa dikawal polisi?" 

"Dia sementara ditahan karena kasus KDRT sehingga masih berada dalam tanggung jawab kami," jawab reserse berambut gondrong. 

Nakes berkewajiban merawat dan mengobati penyakit fisik sementara pak polisi mengatasi penyakit sosial masyarakat. 

"Tugas bapak lebih berat," kata saya terharu.

"Kami berpikir seperti seorang kriminal. Apa yang mungkin mereka lakukan, harus lebih dahulu kami perhitungkan dalam pencegahan, penyelidikan dan penyidikan" 

Saya teringat kasus kopi sianida beberapa tahun lalu. Dalam ruang persidangan, tersangka, JKW tetap menolak dianggap sebagai pelaku kejahatan.

Meskipun melakukan pembelaan sambil menangis, jaksa penuntut mengklaim tangisan itu tidak tulus. "Cairan hidung tidak sampai keluar," katanya.

Di rumah sakit, nakes seringkali melihat orang banyak menangisi kepergian keluarga atau tetangganya yang meninggal. Saya penasaran dengan mereka sehingga bertanya kepada pak polisi yang duduk berhadapan.

"Bagaimana cara membedakan tangisan tulus dengan tidak?" 

"Itu susah dijawab tapi pada anak, seringkali orang tua mengalihkan perhatiannya supaya berhenti menangis dengan berbagai cara," jawabnya.

Beberapa hari kemudian, ada kasus pasien meninggal. Banyak yang menangis. Ketika pasien dibawa keluar UGD, sebagian terlihat masih menangis tersedu-sedu sementara ada yang tiba-tiba berhenti menangis.

"Mungkin tangisan ibu itu tidak tulus," kata saya kepada perawat yang duduk disebelah.

Tangisan tulus juga bisa kita rasakan dari sebuah drama korea berjudul "49 Days".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar