Senin, 24 Mei 2021

Mr. Beetle 3

Sesampai di rumah Bunga Mawar, kami disambut tuan rumah beserta tetangga terdekat. Mereka semua masih satu keluarga, om, tante, paman & bibi.

Setelah menghela napas sejenak, juru bicara keluarga membuka acara di ruangan tamu. Bertanya maksud kedatangan kami.

Kembali Pemetik Harpa memainkan senar lalu bersyair.

"Ada setangkai Bunga Mawar. Wanginya tercium hingga Kota Kendari"

"Jadi kedatangan kalian, ingin meminang anak kami?"

"Seorang kumbang ingin memetiknya"

"Kami semua disini masih punya kegiatan lain. Sekarang sudah hampir siang. Apakah Anda ingin melamar?"

"Ya, begitulah"

Tuan rumah rupanya tak terbiasa berbahasa puitis. To the point saja. Sementara Pemetik Harpa, entah bagaimana, berlagak bak penyair romantis di komunitas kampung Takalar.

Saya perkirakan kesepakatan uang panai akan alot karena latar belakang pemahaman keluarga. Akan ada berbagai syarat yang lebih memberatkan akad nikah.

Emas 7 gram sebagai mahar, uang panai 50 juta & erang-erang senilai 3,5 juta. Mahar milik isteri, uang panai biaya walimahan. Erang2 untuk keperluan isteri seperti tas, kosmetik, perlengkapan mandi, CD sampai BeHa, guys.

Setelah bersepakat, tiba-tiba orang tua di depan, berkata, "masih ada ekornya, bawa beras"

Saya melirik ke Pemetik Harpa. Dari tadi sibuk pencet2 hp. Teramat santai tanpa beban.

"Bagaimana cara bawanya dari tempat jauh di Tenggara?" Belakangan saya baru tahu, ini termasuk penolakan halus.

"Seberapa saja karena adat," kata orang tua itu lagi.

Bapak yang paling ngotot ini, kepala sekolah TK, om Bunga Mawar. Tetangga dekat di seberang jalan depan rumah.

Pemetik Harpa terdiam sejenak lalu berkata, "baiklah! 1 karung beras"

"Sudahkah disepakati keluarga wanita?" tanyaku setengah berbisik.

"Biasanya iya"

Saya kuatir, permintaan terakhir ini tidak mewakili, spontanitas saja. Namun Pemetik Harpa mengiyakan tanpa pikir panjang karena alasan penghormatan.

Acara pelamaran berlangsung cukup singkat tanpa tawar-menawar harga diri wanita sebagaimana dugaan awal. Pengalaman kedua melatto'kan pencoblangan rekayasa cinta Bunga Sakura.

Risiko pernikahan dominan adat, biasanya banyak embel-embel & syarat-syarat yang malah memberatkan. Diembedkan masuk ke dalam suatu perjanjian yang sebenarnya tak disunnahkan.

Tapi selama syarat itu tak melanggar hukum syara', saya rasa tak mengapa disepakati untuk dijalankan. Misalnya erang-erang, itukan hanya membawa barang-barang tambahan yang status hukumnya mubah.

Sedikit berbeda jika pernikahan dominan Islami. Kedua belah pihak termasuk keluarga sama-sama paham sehingga pernikahan cenderung dimudahkan.

Biaya pernikahan murah lebih utama.
Pajoge', candoleng-doleng, erang-erang & acara adat lainnyaeee ... tak ada. Lebih praktis! Walimahan juga terpisah antara pengantin & undangan laki-laki & wanita.

Saya teringat dengan pelamaran Jeng Muda di Maros, disini tak ada penampakan kepala desa & KUA.

"Oh itu beda lagi," kata Pemetik Harpa santuy.

Singkat cerita, di perjalanan pulang, saya bertanya kepada Pemetik Harpa, biang keladi perjodohan 100 pasang jombloH.

"Sesuai pengalaman, uang panai paling murah & paling mahal berapa?"

"7 juta & 100 juta"

"100 juta itu dari keluarga pejabat yang dihadiri bupati. Pernikahannya Islami."

"Bisakah pelamaran tak lanjut ke pelaminan?"

"Bisa. Di daerah E, laki2 yang saya bantu tak jadi menikah karena orang tua wanita rupanya punya calon lain."

"Pernahkah menikahkan janda?"

"Pernah 4 kali"

"Bagaimana biaya hidup anak2? Apakah ditanggung suami baru?" tanya Bunga Sakura.

"Ya"

"Tapi menurut syariah, itu kewajiban bapak biologis?" protes Bunga Sakura.

"Iya benar. Kenyataannya di banyak kasus, beralih menjadi tanggung jawab bapak tiri karena tak paham atau tak mampu. Karena itu sebelum menikahi janda, mesti tanya juga berapa anaknya."

"Bagaimana dengan uang panai?"

"Bagusnya, nilai mahar lebih dibesarkan daripada uang panai karena mas kawin menjadi harta milik isteri sedangkan uang panai akan habis percuma setelah acara"

"Saya dengar, uang panai ada yang berasal dari pinjaman ribawi bank"

"Namanya isteri cicilan," dia tersenyum.

Selasa, 04 Mei 2021

Padi 4

Kisah Nabi Yusuf AS mencontohkan bagaimana pentingnya suatu negara memiliki ketahanan pangan. Sebelum ancaman kekeringan benar2 datang, beliau sudah mengantisisapinya dengan aturan & kebijakan khusus.

Menggenjot produksi gandum selama musim hujan 7 tahun berturut-turut sehingga kuantitas produk bisa terjamin tetap eksis pada kondisi terburuk.

Mengadopsi teknik memetik gandum dengan tangkai sehingga kualitas rasa komoditas pangan mampu bertahan lama secara alamiah.

Menyimpan dalam lumbung gandum yang dibuat khusus dengan memberikan paparan suhu & kelembaban yang sesuai sehingga ini barang mampu berusia lebih panjang.

Selain produksi, distribusi pangan pokok menjadi atensi Nabi Yusuf AS. Kombinasi penukaran, jual beli, subsidi gratis warga misqueen & pencegahan monopoli gandum horang kaya. Ini sebagai jaminan konsumsi kebutuhan bahan pokok setiap warga negara, orang per orang.

Ada konflik antara kaum rohaniawan penjaga kuil VS penguasa Negeri Mesir plus Nabi Yusuf AS, seorang politikus handal & begawan ekonomi. Atas nama Tuhan adalah modus utama pemuka rohani menyedot kekayaan & memperkaya diri sendiri.

Penguasa Mesir saat itu menjadi objek dakwah hingga membenarkan ajaran tauhid lalu mengikuti Syariah yang dibawa Nabi Yusuf AS.

Meskipun kekeringan melanda 7 tahun berurutan, kekayaan negara tetap surplus sehingga komoditi sebagian dijual ke penduduk negeri tetangga, termasuk wilayah Kan'an, lokasi dakwah Nabi Ya'kub AS, ayah kandung Sang Nabi Ganteng.

Bagaimana dengan Syariah Nabi Muhammad SAW. dengan kondisi kekinian?

Setiap Nabi & Rasul mengajarkan tauhid namun memiliki syariah berbeda. Hambatan, tantangan & ancaman juga tak sama di setiap masa.

Kita merupakan pengikut ajaran tauhid Nabi Yusuf AS & Nabi Muhammad SAW namun hanya aturan syariah yang dibawa nabi terakhir, menjadi standar perbuatan setiap muslim.

Di masa sekarang pasca revolusi industri, dunia mewarisi ajaran Adam Smith, bapak ekonomi klasik kapitalisme & Karl Marx-Friedrich Engels, tokoh
sosialisme ilmiah.

Negara maju yang menerapkan ideologi ini tlah teruji mampu melahirkan berjubel produk teknologi & informasi sesuai kemajuan zaman. Revolusi industri berawal dari revolusi berpikir.

Kesuksesan produksi tak sejalan dengan distribusi. Banjirnya produk tak lantas bisa dinikmati setiap orang, terutama kebutuhan primer termasuk gandum & padi.

Ketimpangan distribusi kekayaan secara kualitatif bisa tergambar dari Koefisien Gini, ukuran kesenjangan antara pendapatan & kekayaan.

Indeks Gini berkisar antara 0 sampai 1. Bernilai 0 berarti pemerataan sempurna. Berbobot 1 berarti ketimpangan benar2 paripurna. Kurang 0,3 ketimpangan rendah, antara 0,3-0,5 moderat & lebih 0,5 tinggi.

Prinsip Pareto 20 : 80, artinya 20% horang terkaya memiliki 80% semua pendapatan penduduk, menghasilkan Rasio Gini minimal 0.6 (60%).

Pernyataan 1% seluruh populasi memiliki 50% semua kekayaan dunia. Berarti Gini Index minimal 0.49 (49%).

Bagaimana kekayaan menumpuk di suatu negara?

Tokoh kapitalisme mengajarkan kepemilikan individu. Lahirlah banyak korporasi swasta termasuk perusahaan tambang dari negara demokrasi tipe penjajah. Buka cabang di negara demokrasi tipe terjajah.

Penggagas sosialisme termasuk komunisme menyerukan kepemilikan negara. Ramai dibentuk BUMN atau perusahaan berkamuflase swasta namun menginduk ke negara lalu berekspansi ke negara demokratis terjajah.

Akibatnya, APBN negara2 koloni modern menjadi anjlok & selalu defisit. Belum lagi jebakan utang berbunga & lemahnya ketahanan moneter.

Penguatan moneter berbanding lurus dengan jumlah aset emas & perak serta berbanding terbalik dengan kuantitas cetakan uang kertas tanpa backup logam mulia (fiat money).

Di era Orde Baru, 70-80% pendapatan Negara I berasal dari pengelolaan kekayaan alam & 20-30% pajak. Pasca reformasi, disulap menjadi 70-80% pajak & 20-30% kekayaan alam. Korporasi swasta menang banyak!

APBN sehat bila mengalami surplus dimana pendapatan lebih besar daripada belanja dengan jaminan kesejahteraan, minimal makanan pokok & kebutuhan primer, setiap orang & bukan stuck di angka rata-rata.

Sabtu, 01 Mei 2021

Padi 3

Di rumah lama, saya bersilaturahim dengan seorang pejabat pertanian di Kota M. Dialah kepala kantor andalan, lulusan S3 pertanian dari sebuah perguruan tinggi negeri terkeren sejagat Indonesia Timur.

"Bagaimana pendapat Anda terkait penggunaan tanaman bunga matahari & bunga kosmos untuk mengembalikan kesuburan tanah pertanian?"

"Belum tahu. Cara itu tidak diadopsi di pertanian sini. Kita masih mengandalkan penggunaan 3 pupuk, urea, TSP & KCl"

Saya menceritakan pengalaman singkat melintasi himawari no sato saat berada di Miyazaki Jepang. Kilauan bunga matahari seakan tersenyum hangat menyambut gerombolan pesepeda tangguh dari negeri asing yang jauh. Saya, Bunga Sakura, Profesor AndalanG, Jeng Shopping & Jeng Muda.

"Benarkah pupuk kimia sintetis menurunkan kualitas kesuburan tanah dalam waktu lama?"

"Sepertinya tidak jika ke-3 pupuk tadi dipakai semua. Praktek di lapangan, seringkali petani hanya menggunakan 1 jenis pupuk. Itu akan berisiko mempengaruhi kualitas tanah."

Makanan pokok masyarakat Jepang, sama dengan orang Indonesia, nasi. Bedanya ada di lathi. Beras Jepang terkenal dengan tekstur yang pulen, bersih & harum.

Berpenampilan gembrot daripada beras kita. Beras jangkung India Pakistan, briyani juga kalah banyak enaknya daripada Japonica Rice.

"Tanpa lauk sekalipun, makan nasi Jepang masih terasa nikmat," rekomendasi sensei lokal di kantornya di Kabupaten KK, sebelum saya berkunjung ke Negeri Sakura.

Beras Jepang akan diolah menjadi uruchimai & mochigome. Uruchimai adalah makanan pokok orang Jepang. Mochigome dipakai untuk membuat mochi & hidangan khusus  seperti sekihan, nasi yang dimasak dengan kacang merah.

Pemanfaatan bunga tak semua tempat memakainya. Prefektur lain di Jepang, mereka juga masih menggunakan pupuk sebagaimana di negeri I. Hanya teknik pengolahan tanahnya sedikit beda.

Ada satu pertanyaan kronis yang terngiang-ngiang bila makan nasi dari beras baru.

"Kenapa slalu lebih enak daripada beras lama?"

"Beras untuk konsumsi bisa disimpan sampai 3 bulan agar aroma & nutrisi masih bertahan baik. Lama gabah untuk bibit lebih bagus hingga 6 bulan"

"Adakah hubungannya antara ketahanan rasa dengan teknik panen?"

Saya menceritakan secara singkat serial kisah Nabi Yusuf AS dari channel youtube. Saya merasa bersalah, amat telat & abai menontonnya hingga saya & Bunga Sakura tiba-tiba bersamaan sakit aneh di suatu malam.

Lalu teringatlah mimpi tentang Nabi Yusuf AS berada disisi Nabi Muhammad SAW. Keduanya berdiri & tersenyum lalu memperkenalkan diri. Mimpi tak biasa itu terjadi sekitar 6 tahun lalu ketika bertugas sebagai dokter PTT di sebuah pulau "tepi dunia" di Kabupaten Kepulauan S.

Berhari-hari saya melihatnya, kadang begadang, sampai selesai. Rupanya, banyak kisah teladan disana. Termasuk bagaimana cara beliau mengantisipasi ancaman paceklik selama 7 tahun berturut-turut karena musim kemarau & keringnya Sungai Nil di Negeri Mesir.

Nabi Yusuf AS menyarankan disaat panen, agar biji-bijian gandum tidak dipisahkan dari tangkainya sehingga mampu bertahan lebih awet. Bulir gandum itu lalu disimpan dalam lumbung gandum khusus yang dibuat tinggi menjulang.

"Adakah hubungannya dengan daya tahan & cita rasa padi?"

"Mungkin saja. Orang-orang dahulu sebelum adanya mesin panen padi, pengetaman gabah selalu dengan tangkai. Sekarang, pemotongan jerami seperti itu, tidak ada lagi yang melakukannya. Petani tak perlu lama menyimpan beras karena sesaat setelah gabah digiling, biasanya pedagang sudah berebutan membelinya."

Jawaban sama juga diberikan seorang petani padi di Daerah T.

Ada sebuah merk dagang kurma, Palm Fruit, import dari Negeri Tunisia. Paket kurma beserta tangkai dalam kemasan kotak. Lebih mahal memang namun kualitasnya premium & jauh lebih enak daripada kurma kebanyakan.

Adakah hubungan antara kualitas beras dengan teknik pemotongan padi beserta tangkainya? Tantangan penelitian para ahli pertanian untuk membuktikan.

Allah SWT. berfirman :

"Sesungguhnya ada beberapa tanda-tanda kekuasaan Allah pada (kisah) Yusuf & saudara-saudaranya bagi orang-orang yang bertanya." QS. Yusuf (12) : 7.

Padi 2

Ada keprihatinan akan trending penurunan lahan pertanian. Cetak sawah baru tak sebanyak dengan alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman. Pertumbuhan minus. Lahan-lahan produktif berubah menjadi benda-benda konsumtif.

Ini berisiko kepada penurunan ketersediaan beras sebagai bahan makanan kebutuhan pokok di banyak negara termasuk Negeri I. Namun kesedihan ini seakan diabaikan dan malah dibaca sebagai peluang bisnis oleh sepasang mata dolar para importir beras.

Pada suatu hari di Daerah T, saya bersilaturahim dengan Pak Daeng, seorang petani polos, amanah & jujur.

"Apakah petani sekarang masih bisa untung?" tanyaku gelisah.

"Ya," jawabnya mantap.

Kami berdua lalu berhitung perkiraan laba bersih petani rata-rata per 1 hektar sawah.

"Hmmm. Lumayan buat tambahan income rumah tangga keluarga," celotehan lidah yang meleleh.

Biasanya, kebiasaan orang berpikir pendek dan tak mau repot, lebih suka menjual aset daripada mengelolanya menjadi lahan hidup.

"Berapa harga tanah sawah jika dijual?"

"Mahal, milyaran"

"Eh, busyet juga itu barang"

Di Kota M, saya berdiskusi dengan seorang pejabat pertanian, lulusan S3. Dia mengatakan bahwa petani sekarang lebih enak karena banyak subsidi dari negara misalnya bibit, pupuk dan alat-alat pertanian.

Tentang persawahan, teringat kembali pengalaman berada di Miyazaki Jepang, sebelum datangnya serangan virus corona.

Setelah berbelanja di sebuah konbini, saya, Bunga Sakura, Jeng Muda, Profesor AndalanG & Jeng Shopping melintasi himawari no sato dengan naik sepeda ala Jepang.

Berdiri beberapa greenhouse berisi bibit padi. Disekitarnya bertebaran tanbo namun yang tumbuh bukan padi tapi bunga matahari. Bunga kembang kuning mekar berseri.

"Berguna mengembalikan kesuburan tanah," kata Profesor AndalanG.

"Di prefektur sini, bunga matahari dan bunga kosmos ditanam petani sebelum musim tanam berikutnya," ujar Jeng Shopping.

"Bunga matahari diambil bijinya untuk industri makanan ringan, kwaci matahari," tambah Bunga Sakura.

Seperti biasa, Jeng Muda berada paling belakang, tampak kecapaian mengayuh sepeda namun masih sempat ambil foto dan bikin video.

Sebelum berangkat ke Jepang, saya menemui seorang sensei lokal di Kabupaten KK. Dia berkata bahwa petani Jepang seperti layaknya orang kantoran, pakaiannya bersih-bersih.

Pertanian di Jepang menjadi kiblat utama agraria Negeri I. Banyak peserta magang dikirim kesana. Bukan mengandalkan rasa ikhlas semata tapi mereka juga tawwa sudah menerima gaji bulanan sebagai pekerja (ajir) dari pemilik lahan (musta'jir).

"Bagaimana bentuk pengelolaan persawahan disini?"

"Pemilik lahan dan petani penggarap bersepakat bagi hasil misalnya 50 : 50. Sebagian lagi pemilik lahan rela menerima berapapun karung beras semau-mau petani penggarap," jawab Pak Daeng.

"Apa yang terjadi?"

"Petani banyak melakukan kecurangan, tak sesuai bagi hasil atau jumlah karung beras dilebihkan buatnya"

"Oh ya?"

"Kadang-kadang petani penggarap tak dapat untung bahkan mengalami kerugian"

Di Kota P, saya dengar seorang pemilik lahan punya keinginan mengelola sendiri sawah tanpa melibatkan petani penggarap. Alasannya, petani penggarap selalu menang banyak.

Sepengetahuan saya, tak boleh akad kerjasama antara pemilik lahan dengan petani penggarap padi berdasarkan bagi hasil (akad muzara'ah).

Alasannya, padi bukanlah jenis tanaman muzara'ah yang boleh dibagi hasil panennya. Muzara'ah dengan bagi hasil boleh pada jenis tanaman buah seperti mangga, durian, de-el-el dan tanaman petik misalnya daun teh.

Jenis keduanya masih menyisakan akar, batang dan tangkai untuk bisa berbuah atau berdaun lagi di musim panen berikutnya. Padi berbeda, tumbuhan ini merupakan jenis tanaman cabut.

Solusinya, petani penggarap dikontrak tenaganya sekian rupiah untuk suatu pekerjaan atau selama masa tertentu. Bukan main persenan melainkan pakai angka nominal.

Jika terjadi gagal panen maka tenaga petani (ajir) tidak sia-sia karena tetap dapat gaji dari pemilik lahan (musta'jir) sesuai kesepakatan. Seluruh biaya pengelolaan ditanggung musta'jir dan semua hasil panen (keuntungan) menjadi miliknya.