Sabtu, 20 Juni 2020

Miras 1

Kedua telinga mengalami nyeri pasca peristiwa penganiayaan oleh seniornya sendiri tadi malam. 

"Dia mabuk, mengejar lalu memukul. Saya tak mampu melawan" jelas pemuda itu. 

Disisi, duduk perawat UGD yang punya saudara kandung kerja di Negeri Sakura.

"Aneh, pemabuk di Jepang konon tak sampai memukul. Disini kenapa beda ya?" 

Hening tak ada suara.

"Sebenarnya saya tak biasa miras tapi karena ajakan senior terpaksa ikut-ikutan meski tak sampai mabuk," lanjut pemuda berambut cepak itu. 

Ada anggapan di kalangan aparat negara bahwa tak mengapa minum miras walau mabuk asalkan dia tak memukul. Hingga tak mau mengambil tindakan pencegahan.

Suasana hidup yang tak Islami dan diamnya para alim ulama' yang diibaratkan seperti setan yang membisu, diantara dua penyebab utamanya. 

"Di Jepang wajar banyak warganya minum miras karena disana memiliki musim dingin. Minuman itu berguna untuk menghangatkan tubuh," kata perawat UGD. 

"Bagaimana dengan muallaf-muallaf Jepang yang tak lagi minum miras ? Badan mereka oke, sehat-sehat saja. Sakira itu karena faktor pemahaman, aturan dan kebiasaan saja." 

Saat berkunjung ke sana, dalam ruangan dormitory kampus, AC ruangan memiliki 2 tombol untuk musim panas dan dingin.

Ketika musim dingin datang menjelang, AC disetel mengeluarkan udara panas. Begitu pula sebaliknya. 

"Kebiasaan mereka mandi malam pakai air hangat sepulang kerja atau kuliah sehingga tak perlu lagi mandi pagi," kata Bunga Sakura di suatu waktu.

Tak berapa lama kemudian, saya berkata kepadanya, "Ini resep obat antinyeri dan antiradang. Trauma hanya menyebabkan peradangan tanpa menimbulkan perlukaaan." 

"Terima kasih, dok," ucapnya sambil berlalu menuju ruang apotik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar