Jumat, 11 Juni 2021

BUMN 2

Inilah kali kedua, saya berkunjung ke rumahnya di sebuah cluster perumahan dalam kompleks BTN Kota M. Berlebaran di perkotaan, pengganti mudik kampung yang terlarang karena risiko penularan covid 19.

Awalnya tak tertarik ikut diskusi bersama tamu orang. Namun karena tidak ada pejantan tangguh sebagai teman cerita & adanya desakan Bunga Sakura, terpaksalah saya pergi ke teras depan. Duduk manis sambil mendengar gosip mereka bertiga.

Pembicaraan tentang seorang teman kantor yang masuk IsLam. Tertunda nikah karena surat cerai belum ada. Wanita itu telah berpisah dari suami sebelum muallaf. Tak ada istilah perceraian kecuali pisah karena kematian.

"Proses surat cerai sangat lama & mungkin tak ada. Izin pernikahan juga lebih lambat pada agama sebelumnya," ujar tuan rumah. Dia persilahkan mencicipi kue lebaran. Tersedia beberapa botol sprite & fanta, minuman yang sudah lama tak saya telan.

"Adakah hubungannya dengan istilah nikah & kawin?"

Seringkali kedua diksi itu saya dengar berbeda makna ketika bertugas di pedalamam Papua.

"Ya. Mereka kawin dahulu pakai adat lalu menikah belakangan setelah surat nikah terbit," jelas tamu 1. Dia pernah bertugas selama 8 tahun di Sorong, ibukota Papua Barat, sebagai kepala kantor cabang.

"Solusinya bagaimana?" tanya tamu 2 sambil meletakkan gelas berisi minuman bersoda. Dia berusia paling muda.

Ketiga lelaki itu sama-sama bekerja di kantor BUMN di Kota M. Tamu 1 baru-baru ini ditarik kembali ke Kota M menjadi karyawan biasa. Semakin mempersempit jarak LDR-an dengan isteri, suatu keputusan pembawa hikmah.

"Mestinya dia bisa menikah secara Islami," jawab tamu 1. Dia punya pemahaman keislaman yang lebih daripada 2 temannya. Konon banyak mengisi waktu luang di kantor dengan belajar Islam online secara otodidak.

"Bagaimana dengan paham pluralisme?"

Isme ini mengklaim semua agama harus sama. Tak boleh ada suatu agama mendominasi agama lainnya. Jika paham asing ini dipakai pada kasus ini maka masalah tak akan pernah terpecahkan.

Sementara itu, menurut banyak muallaf, diantaranya Irena Handono, Felix Siauw,
drg. Carissa Grani, MM., AAAK, Yonatan Nandar, agama itu sebenarnya tak sama.

Tentu saja, mereka yang lebih tahu perbedaan antar kedua agama sehingga rela beralih kepada agama baru dengan kesadaran sendiri setelah serius belajar hingga bertahun-tahun.

Menurut mereka, Islam bukan sekedar agama melainkan juga "way of life", memuat aturan menyeluruh dalam berbagai sendi kehidupan. Istilah kerennya, ideologi.

Pernah saya baca di Tafsir Ibnu Katsir QS al-Baqarah ayat 4, para muallaf dari ahlul kitab akan memperoleh 2 pahala karena membenarkan kitab suci otentik agama sebelumnya & meyakini ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW.

"Banyak umat Islam saat ini hanya mendalami ilmu fiqih daripada ilmu hikmah," kritik tamu 1. Tokoh idolanya Profesor ASY alias BS yang dominan bercorak tasawuf & agak terpengaruh paham liberalisme termasuk tafsir al-Quran metode hermeneutika.

"Fiqih apa yang anda maksud? Contohnya apa? Karena fiqih bersifat kasuistik." Saya cukup gelisah dengan simpulan identifikasi yang bersifat generalisasi.

Dia datang bersilaturahmi kemari merupakan buah dari pemikiran fiqih. Selintas, perkataan tak sesuai dengan kenyataan, alias tak nyambung.

Dia berpikir sejenak lalu berkata, "tak sedikit orang hanya mendalami sholat tapi melupakan perkara sosial."

"Namanya fiqih sosial, Islam selain membahas fiqih ritual seperti sholat, juga membicarakan perkara sosial bahkan urusan kenegaraan. Terakhir ini disebut fiqih daulah."

"Kita mesti lebih mengutamakan rasa cinta dalam pergaulan bahkan kepada semut sekalipun. Berikan mereka makanan!" tamu 1 menoleh ke sisi kiri. Pandangannya tertuju pada gerombolan semut merah berjalan beriringan dibalik kayu.

"Bagaimana dengan nasib banyak pengemis, pengamen & pak ogah di pinggir jalan?"

"Siapa paling bertanggung jawab?" tanya tuan rumah.

"Jawabannya negara jika paham fiqih daulah."

Laki-laki dewasa wajib bekerja & menanggung keluarganya. Jika tak mampu maka beralih ke ahli waris. Bila masih tak mampu maka negara tumpuan terakhir.