Jumat, 19 Juni 2020

Marbot 1

Nyimak masa lalu marbot bagaimana ceritanya sampai ke pulau ini. 

"Saya berasal dari J di Selatan. Sejak SMP sampai selesai kuliah diploma 2, narik becak di Kota M. Saat magang kerja, hampir dibaptis dengan janji akan dijadikan guru PNS. Nekat berdua melarikan diri adu nasib ke Kota T di Kalimantan. Kerja 4 tahun sebagai kuli pabrik es. Saya yang memaksa dan membayarkan sisa biaya perjalanan teman sopir pete-pete. Dia sekarang pejabat kepala dinas kementerian agama disana. Balik ke Kota M, kerja sebagai karyawan jamu dan dipercaya meluaskan usaha di Tenggara. Jualan ke pelosok daerah hingga pulau-pulau. Memundurkan diri lalu bisnis mandiri dengan berdagang obat keliling, jualan sepatu hingga buka warung kecil-kecilan sampai sekarang. Sayalah yang pertama buka usaha minyak kelapa curah. Sangat untung lalu bermunculan banyak saingan sejak menjadi kabupaten baru. Bank konvensional banyak memberikan kredit pinjaman berbunga kepada usaha kecil. Jika saatnya lunas, saya tak akan mengambilnya lagi karena bunganya 11 juta lebih hanya dalam 2 tahun."

Sistem ekonomi kapitalisme memiliki pandangan bahwa masalah ekonomi berada pada sektor produksi sehingga produksi barang dan jasa digenjot besar-besaran.

Salah satunya dengan menyalurkan berbagai kredit pinjaman berbunga termasuk kepada usaha kecil dan rumah tangga.

Karena tak terikat dengan aturan Islam, wajar pada berbagai akad dan syarat-syarat pinjaman banyak ditemukan persoalan, ketimpangan dan ketidakadilan.

Pengusaha mesti bayar cicilan utang plus bunganya setiap bulan tak peduli usaha mengalami kerugian ataukah keuntungan.

Kerugian karena turunnya daya beli masyarakat apalagi hantaman kemarahan Mrs. Corona membuat pantat pengusaha makin kepanasan. Bagaimana cara membayarnya hingga datanglah kartu terakhir, New Normal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar