Rabu, 30 Desember 2020

Mimpi Yang Nyata 2

Sepuluh bulan kemudian di Indonesia.

Hari itu, kami bertiga, saya sebagai driver, Bunga Sakura Si Mak Comblang kawakan dan seorang Pemetik Harpa andalan para perjaka, membantu proses pelamaran seorang jomblo.

Dia sarjana S1 sedangkan calon isterinya, Jeng Muda, mahasiswa S3. Si jomblo merupakan karyawan swasta di Kota M. Berasal dari keluarga sederhana di propinsi tetangga dan terbiasa hidup mandiri tanpa bantuan keluarga selama kuliah.

Jeng Muda mantan teman kuliahnya. Karena punya bakat istimewa, dia mampu melanjutkan kuliah S2 dan langsung mengambil kuliah S3 memakai beasiswa program Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU).

Jeng Muda selain adik tingkat S3, dia juga merupakan tetangga dormitory Bunga Sakura saat penelitian di Universitas Miyazaki Jepang. Dialah yang hadir dalam mimpi sebagai salah seorang teman jalan ke Pantai Aoshima.

Karakternya ekstrovert, cekatan, berorientasi tugas, inisiator, pandai masak dan cenderung penurut.

Penguasaan tata bahasa Inggrisnya sangat baik sehingga menjadi mahasiswi andalan seorang profesor Ilmu Kimia Universitas H.

Bunga Sakura mencomblangi mereka berdua sampai latto ke pelamaran hingga pelaminan. Banyak sudah pasangan muda yang berakhir dengan kegirangan karena rekayasa cinta ciptaannya.

Suatu waktu, saya bertanya kepadanya, "ada apa dengan urusan pencomblangan?"

"Rumah di surga diberikan kepada mereka yang berhasil membantu untuk mempertemukan jodoh para jomblo," jawabnya dengan wajah berseri.

Sang Pemetik Harpa punya keahlian spesifik. Ahli bernegosiasi pada urusan uang pannai' dan sebagai juru bicara pada acara pelamaran. Tak terhitunglah jumlah keluarga pria yang mempercayakan kepadanya menjadi wakil dalam tawar-menawar harga diri seorang wanita.

"Saya pernah ke Kota K bahkan nyebrang pulau ke Kota A demi urusan pelamaran," kata Pemetik Harpa yang duduk di kursi belakang. K adalah kota halaman Bunga Sakura.

Pemetik Harpa seorang perintis sebuah sekolah TK & SDIT di Kota M, pemilik dan sekaligus menjadi kepala sekolahnya.

"Berapa jumlah guru wanitanya? Lebih banyak?" tanyaku sedikit usil.

"Sayalah satu-satunya guru paling ganteng di sana. Hanya saya seorang, guru laki-laki."

"What ?"

Dia banyak bercerita berbagai pengalaman unik dan hambatan selama membantu urusan pelamaran. Semuanya berhasil dia selesaikan dengan teknik negosiasi yang jitu.

Untuk urusan uang pannai' kali ini, Pemetik Harpa menyerahkan besarannya sesuai kesepakatan dan kemampuan pihak lelaki. Sehingga saat pelamaran nanti, pembicaraan uang pannai' tak perlu lagi dibahas di depan para undangan.

Meskipun sudah lama berdomisili di Kota M namun logat suku T Pemetik Harpa masih cukup kental. Ini yang membuat kedua telinga tak merasa asing karena aksen itu biasa sadengar sejak kanak-kanak di Kota P.

"Saat pelamaran nanti, saya tak usah bicara, ya?" pintaku kepada Pemetik Harpa.

Inilah pengalaman pertama saya, menghadiri acara semacam ini. Grogi, tak biasa berkomunikasi verbal dan misqueen pendekatan emosional merupakan 3 alasan pelarian diri.

Sejam kemudian, tibalah kami di Jembatan Layang M-B.

"Rumahnya dimana? Kenapa belum sampai?" tanyaku keheranan.

"Masih jauh di depan," jawab Bunga Sakura yang duduk santai di sebelah kiri.

"Astaghfirullah, jalan di depan itu yang tak mau salewati lagi. Pengalaman membawa kendaraan hanya sampai di jembatan ini," keluhan akhirnya muncul ke permukaan.

Sekitar 3 bulan lalu, bis tumpangan lewat jalan itu. Saya dengan penuh keterpaksaan mengambil risiko lewat jalur darat karena jalur udara tertutup akibat lockdown virus corona.

Bis yang sebenarnya hanya diperuntukkan untuk membawa barang dari Kota M ke Kota K, tak layak buat tumpangan manusia. Bis berusia tua dengan muatan penuh barang. Penat tak ada AC, sumpek dan amat tidak nyaman. Saya menamakannya Bis India.

Jumat, 11 Desember 2020

Mimpi Yang Nyata 1

Terjawab lagi, satu teka-teki diantara 2 scan mimpi tahun lalu, sebelum berangkat ke Jepang. Scan pertama seperti berada di suatu kawasan terpencil berlatar pegunungan di Negeri Sakura.

Terbukti kemudian di dunia nyata, itu adalah Pantai Aoshima, salah satu spot pariwisata terkemuka di pesisir tenggara Prefektur Miyazaki.

Beberapa hari setelah tiba di Universitas Miyazaki, kala liburan penelitian Bunga Sakura, saya menemaninya beserta tetangga dormitory, Jeng Muda dan seorang mahasiswa post doktoral, berkunjung ke pantai yang sangat indah itu.

Daratan Aoshima Beach berhubungan dengan Aoshima Island disebelah timur. Ditengah pulau berdiri sebuah kuil tua, Aoshima Shrine.

Demi menjejakkan kaki di pulau yang hanya seluas 1.5 kilometer persegi itu, kita harus berjalan kaki ratusan meter, menyeberangi titian kecil, Yayoi Bridge, lalu melintasi jalan yang tersusun dari pasir putih menawan.

Hembusan angin pantai yang sejuk sepoi-sepoi datang silih berganti, membuat pakaian semua penyintas melambai-lambai. Hanya 2 wanita berbusana muslimah tampil berbeda diantara banyak pengunjung asing.

Jeng Muda berjalan di depan sementara Bunga Sakura mengikuti beberapa meter di belakangnya. Adegan sama yang ada dalam mimpi sebelumnya.

Ditengah teriknya mentari, angin bertiup cukup kencang disertai gemuruh ombak laut datang tiada henti menghantam tepian pantai berkarang. Bentuknya tersusun berundak seperti bergerigi dan berbaris sempurna. Julukannya Batu Papan Cuci Setan.

Saya mengira ini barang dibangun sebagai benteng pertahanan bawah laut.

"Karang ini buatan manusia?" Saya teringat dengan kisah Perang Dunia II, Jepang VS Amerika Serikat. Mungkin saja itu sengaja disusun untuk menghambat pendaratan pasukan marinir AS.

"Oh bukan, ini buatan alam, terbentuk sejak jutaan tahun lalu," jawab si mahasiswa post doktoral yang berperan kali ini sebagai pemandu.

"Masya Allah, alangkah indah pOmandangan !" pujian suara hati.

Di belakang, Jeng Muda berjalan kegirangan menikmati alam sekitar. Dia bertindak sebagai juru potret ceria.

"Dia yang pernah terlihat dalam mimpiku. Kita ditemani olehnya berjalan beringinan di lokasi seperti ini. Saya datang dari arah pantai mendekati kalian berdua," ungkapku setengah berbisik kepada Bunga Sakura.

Bunga Sakura bergerak ke belakang menghampiri Jeng Muda untuk berfoto ria. Tampak dari kejauhan di belakang mereka, pegunungan hijau menjulang tinggi dipenuhi tanaman pinus.

Latar itu seperti yang ada dalam mimpi. Ini makin menguatkan perasaan dejavu akibat mimpi yang terbukti benar kemudian.

Saya kembali teringat dengan pengalaman berada di pameran Pertanian, Hortikultura, dan Agrowisata Malaysia (MAHA) 2018 yang juga sebelumnya hadir dalam mimpi.

Juga mimpi berada di daerah terasing dengan pengalaman unik dan mendebarkan. Aduhai, selama 8 bulan pada tahun 2017, saya berada di tengah hutan, kawasan perkebunan kelapa sawit di Papua Barat.

Khusus ke Arab Saudi, saya tak pernah mengidamkannya. Hanya pernah 2 kali bertemu Rasulullah SAW dalam mimpi. Belakangan penafsirannya, mungkin ini sebuah tanda panggilan ke Tanah Suci sekaligus berziarah ke pemakaman beliau di Masjid Nabawi Madinah, pada Januari yang dingin tahun 2019.

"Bagusnya Jepang, mereka sangat serius mempertahankan hutan sehingga udara mereka selalu terasa segar bugar dan sejuk."

Suatu sumber menuliskan bahwa daratan Jepang masih didominasi 70% hutan.

"Hutan-hutan itu ditanami sejak Restorasi Meiji," si mahasiswa menjelaskan singkat.

Tak rugilah bertahun-tahun tinggal di Jepang, dia banyak tahu informasi tentang Negara Matahari Terbit, termasuk sejarahnya. Diskusi tentang Jepang berlanjut di Cafe Aoshima Beach Park yang berdekatan dengan Kebun Raya Miyakoh.

Begitulah, awalnya saya mengabaikan kebenaran dunia mimpi. Namun makin kemari, alam itu semakin terasa nyata. Kadang-kadang membuat hati ini merinding tatkala mengingat scan mimpi lainnya.

Bahkan, menurut ulama yang hidup di awal masa Kekhilafahan Umayyah, Imam Hasan al Bashri, alam dunia sesungguhnya adalah alam mimpi sedangkan alam akhirat adalah kenyataan sebenarnya.