Rabu, 03 Februari 2021

Mimpi Yang Nyata 4

Setelah bergelut dengan tantangan perjalanan ekstrim yang kini tinggal kenangan. Kondisi jalan normal kembali dengan view kesyahduan alam pedesaan.

Kiri-kanan jalan dikepung lahan persawahan yang mulai menguning. Level stres terasa turun mendadak diangka 4. Beberapa lapak jualan buah ikut menggoda selera para pengendara.

"Nanti saat pulang, kita belikan oleh-oleh," kata Bunga Sakura sambil menoleh ke belakang, tempat Pemetik Harpa terduduk. Disampingnya, Si Jomblo masih terdiam tak membuka suara.

Tak tahu apa saja yang ada dalam pikirannya. Hal yang pasti, peristiwa nanti merupakan pengalaman pertama, melamar anak gadis orang. Di balik sikap yang dingin, diam-diam saya mengagumi keberaniannya.

Dari sisi status sarjana, dia hanyalah tamatan S1 sedangkan wanita pujaannya itu mahasiswi S3. Opini umum berkata bahwa makin tinggi pendidikan seorang wanita maka para kumbang pecundang akan enggan mendekati bunga di musim semi.

"Apa jawaban anda nanti bila bapak si wanita berkata besar, 'apa alasan utama kamu melamar anak saya? Kamu itu masih sarjana kaleng-kaleng sedangkan anakku ini calon doktor?"

"Hmmm ...," suara itu hanya terdengar di belakang. Sepertinya Si Jomblo terkaget dengan pertanyaan ini dan belum punya penjelasan.

"Itu tak akan terjadi, jika ada maka jawabannya begini 'dia ingin menikahi anak bapak agar nanti punya keturunan istimewa dari keluarga bapak," Pemetik Harpa menyambut pertanyaan dramatisir ini.

"Sudah tepat, anda kami bawa menemani dia. Jawabannya sangat baik. Saya suka," pujian kepada Pemetik Harpa yang menguasai pendekatan emosional.

Setelah 2 jam perjalanan, tibalah kami di rumah tujuan dengan sambutan hangat keluarga wanita. Mereka meminta kami bertiga menuju ruangan tamu sementara Si Jomblo tak diikutkan dan dipisah ke rumah belakang.

Keluarga inti pihak wanita beserta beberapa aparat desa sudah menunggu.

Pemetik Harpa lalu memainkan melodinya.

"Kami datang dari tempat jauh di Kota Makassar. Saya ditunjuk sebagai wakil dari keluarga pria yang datang dari Sulawesi Tenggara ... bla ... bla ... bla. Saya ditemani ..., silahkan memperkenalkan diri!" Pemetik Harpa melirik ke saya.

"Waduh, dia mengabaikan permintaanku untuk tidak berbicara," gerutu hati cemas.

Terpaksalah saya memperkenalkan diri sebagai driver tanpa menyebutkan pekerjaan sesungguhnya. Sangat singkat lalu cepat-cepat memberikan kesempatan kepada Bunga Sakura yang duduk bersimpuh disebelah kanan.

Ada persoalan yang cukup alot antara permintaan pihak desa dengan pihak keluarga. Pihak desa mendesak untuk menyebut berapa puluh juta uang pelamaran. Pihak keluarga bertahan untuk tidak usah membicarakannya dengan dalih "sudah disepakati secara internal". Alasan ini akhirnya diterima.

Pemetik Harpa memuji sikap keluarga wanita karena mempermudah urusan pelamaran.

"Tanda bahwa keluarga ini paham pada Syariah Islam," komentar Pemetik Harpa.

Di akhir pelamaran, Si Jomblo ikut bergabung lalu Pemetik Harpa membaca doa termasuk harapan kebaikan kepada aparat desa yang hadir.

Acara berlanjut pada perjamuan makan.

"Kuenya enak," pujianku kepada tuan rumah.

Mereka tersenyum dan memperkenalkan nama lokal jajanan tradisional lalu datanglah Jeng Muda.

"Ternyata rumahmu sangat jauh," teringat kembali mimpi saat di Jepang, dia membawa saya dan Bunga Sakura ke pedesaan terpencil lalu masuk ke dalam sebuah rumah.

Terjadi setelah scan mimpi berada di sebuah pantai dengan latar pegunungan tinggi yang terbukti kemudian di dunia nyata, itu adalah Pantai Aoshima yang mempesona.

Setelah sholat dhuhur berjamaah di masjid, kami duduk bercerita dengan keluarga dan tetangganya di pelataran rumah. Tema tentang beberapa peristiwa kekinian.

Pemetik Harpa duduk manis di kursi, bertanya apa pendapatku terkait isi pembicaraan. Saya menjelaskan panjang lebar. Sadar akan apa yang terjadi, saya bertanya kepadanya, "kenapa saya diikutkan berbicara tadi?"

"Jika tidak dipancing, anda tak akan bersuara," jawab Pemetik Harpa dengan senyum lebar. Rupanya dia cepat membaca karakter seseorang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar