Jumat, 12 Februari 2021

Tajir 2

Dia pasien terakhir poli. Berusia sekitar 62 tahun.

"Saya kelas 6 SD pada masa gerombolan."

"Bagaimana keadaan saat itu?"

"Sangat menakutkan. Kami dilarang sekolah. Jika kedapatan maka akan diculik dan dihukum mati bila tak punya uang tebusan."

Saya teringat dengan informasi terkait operasi "false flag" seperti pernah diceritakan oleh seorang warga Kepulauan S beberapa tahun lalu saat bertugas sebagai PTT di puskesmas.

Pihak musuh membuat tentara sempalan yang kerjanya membunuhi warga dan membakar rumah-rumah. Tindakan itu mengatasnamakan pihak lawan sehingga warga tak bersimpati dan menjauhi mereka.

"Pakaiannya hitam-hitam," kata sumber.

Pandangan kembali terarah ke pasien tua.

"Adakah keluarga nenek ikut menjadi korban?"

"Banyak. Kami sering bersembunyi dalam rumah. Seandainya bisa lanjut sekolah, saya akan selalu juara kelas." Dia tersenyum. Semua tubuhnya berbalut kulit keriput, tanda usia senja.

"Dulu hidup ketakutan, sekarang di musim corona juga ramai orang mengalami kesulitan, bagaimana pendapat nenek?"

"Corona ini siapa yang buat?" tanyanya balik sambil membetulkan kerudung yang juga digunakan sebagian sebagai penutup hidung.

"Menurut informasi, berasal dari Negeri C karena kebiasaan mereka makan kelelawar sehingga menular ke manusia."

"Agama kita melarang makan kelelawar, haram," kata nenek.

"Nenek kemari bersama siapa?"

"Sendiri"

"Jalan kaki?"

"Ya"

"Masih kuat jalan tanpa tongkat?"

"Ya. Rumah saya dekat dari sini, ruko jualan tegel sebelum masjid."

Dia bercerita tentang keluarga. Anak tunggal dan memiliki sepasang anak. Cucu-cucunya banyak menjadi pegawai dan pengusaha. Satu diantaranya berprofesi sebagai dokter.

Berasal dari keluarga tuan tanah. Orangtuanya mantan kepala lingkungan. Dahulu disebut jannang.

"Ada pembagian tanah 2 hektar per orang dari negara saat itu," katanya.

Dia sekarang tinggal bersama anak kedua yang perempuan. Meskipun tak bekerja tapi dia punya banyak sumber pemasukan.

Namanya passive income. Harta yang terus menghasilkan uang tanpa ikut bekerja. Bukan lagi manusia bersusah payah mencari uang tapi uanglah yang "bekerja" untuk manusia.

Ada sekitar 6 tanah yang disewakan dekat rumah untuk berbagai usaha termasuk satu dikontrak oleh toko swalayan terkenal per tahun.

"Awalnya, mereka ingin membeli tapi saya tolak."

Beda dengan keluarga lainnya, dia lebih memilih menyewakan tanah daripada menjualnya. Sehingga dia tidak kesulitan dana sampai sekarang bahkan bisa pergi haji 2 kali dan terakhir umrah 1 kali bersama cucu-cucunya.

Dia juga memiliki 8 hektar tanah persawahan di pinggiran Kota M dan 20 hektar di Daerah M. Semua telah dia berikan kepada keturunannya.

"Apa rencana nenek selanjutnya?"

"Mau belikan mobil buat cucu."

"Nasehat apa yang nenek seringkali berikan kepada mereka?"

"Jangan nakal dan sombong karena Allah marah."

"Maksud keduanya bagaimana, Nek?"

"Nakal jangan bermain-main wanita jika laki dan bermain-main laki jika perempuan."

"Berpacaran istilahnya sekarang, Nek."

"Sombong. Jangan merendahkan orang lain dan mengata-ngatai mereka meskipun kita sudah kaya. Berpakaian sederhana saja."

Dia bercerita tentang seorang sepupu 2 kali yang dulu sering tampil gaya tapi sekarang hidup menderita.

Tekanan darah, kadar kolesterol, asam urat dan gula darah, semuanya normal. Matanya tertuju kepada kertas hasil pemeriksaan.

"Masih bisa membaca tanpa kacamata?"

"Ya"

"Apa kebiasaan nenek?"

"Sejak kecil tidak makan daging kecuali ikan. Biasa makan telur dan sayur. Bangun setiap jam 3, membaca al-Qur'an sampai subuh. Setiap waktu, saya isi dengan mengaji 3 sampai 5 kali sehari."

Tak ada yang menyangka dari penampilan, nenek ini seorang tajir. Pakaiannya amatlah sederhana.

Kata seorang owner muda kuliner terlaris online Kota M saat wawancara di Radio Smart FM bahwa banyak seniornya, pengusaha kaya raya, berpenampilan sederhana dan tak mau menonjolkan diri.

Diskusi berhenti setelah mendekati waktu sholat jumat.

Rasulullah bersabda, "ridhalah dengan apa yang dibagikan Allah SWT untukmu, niscaya engkau menjadi orang yang paling kaya.'' (HR Turmudzi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar