Rabu, 04 November 2020

Kanker Payudara

Baru saja seorang perawat datang curhat tentang keadaan tantenya.

"Sudah 2 minggu berada di rumah, bersama keluarganya datang kembali dari Kota S," dia menyerahkan lembaran hasil pemeriksaan darah rutin.

Dengan kreatif, sampel darah dibawa sendiri olehnya dari kampung lalu dites ke laboratorium rumah sakit.

Saya membaca kertas itu. Kadar eritrosit turun dan hemoglobin hanya berada diangka 2, rendah sekali.

"Butuh sekitar 10 kantong darah? Tiap 1 kantong, memberikan tambahan 1 poin?" Dia bertanya. Saya mengiyakannya.

"Pucat ?"

"Ya"

"Kesadaran menurun?"

"Tidak. Tubuhnya termasuk kuat. Sudah 2 tahun penyakit itu dia derita. Sekarang benjolannya sangat besar," tangannya memperagakan gerakan memutar untuk menerangkan ukurannya.

"Pasti berat badannya turun."

"Ya. Tubuhnya dulu gemuk sekarang sangat kurus," ungkapnya dengan nada sedih.

"Apa yang sudah dilakukan?"

"Cairan infus telah diberikan tapi saya tak berani melakukan transfusi darah karena melanggar etika. Sekarang pakai pengobatan kampung, jampi-jampi dan obat herbal tradisional."

"Bawa saja ke rumah sakit setelah itu kita rujuk ke Kota K!"

Dia berpikir sejenak lalu bertanya, "apakah harus diswab?"

"Ya. Aturan baru setiap pasien rawat inap harus diswab antigen sebelumnya."

"Sepertinya keluarga masih ketakutan untuk diperiksa corona."

Saya tak membantahnya. Kemarin malam, perawat IGD mengatakan bahwa tak sedikit pasien rawat inap batal dirawat karena enggan dites covid-19.

"Apakah ada rasa penyesalan sekarang? Dulu waktu benjolan masih kecil, kenapa tak mau dioperasi?"

"Dokter di rumah sakit Kota M sudah berencana melakukan operasi dan pasien setuju tapi sayang suaminya menolak." Suami tantenya saat itu berada di Kota S.

"Apa alasannya?"

"Suaminya terlalu fanatik," ketus perawat yang kreatif itu.

"Maksud fanatik itu bagaimana?"

"Dia bertanya, dokter yang akan melakukan operasi laki-laki ataukah perempuan? Dia lantas menolaknya saat itu juga setelah mendengar jawabannya laki-laki. Maunya dia dokter perempuan."

"Memang ada sebagian kecil beranggapan bahwa dokter dan pasien harus sejenis, sesama laki-laki atau sesama perempuan. Tetapi sebenarnya boleh hukumnya dalam Islam berobat kepada dokter yang beda kelamin."

"Padahal dia sholatnya rajin," sanggahnya.

"Islam itu bukan hanya urusan sholat atau ibadah ritual lainnya. Pemahaman status hukum yang lain selain sholat juga jauh lebih penting."

Diskusi lalu kembali kepada planning selanjutnya. Dia akan menjelaskan bahwa transfusi darah tidak bisa dilakukan di rumah dan harus tes corona sebelumnya.

"Katakan juga kepada mereka tentang apa saja risikonya jika tetap bertahan di rumah dan prognosis penyakit kronis stadium 4 versi medis."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar