Rabu, 04 November 2020

Dingdong 7

Malam ini saya pesan lobster.

"Mau coba cita rasa kuliner versi racikannya," kata suara hati.

Doi mantan pengusaha dingdong. Beralih profesi menjadi owner warung makan tak berapa lama. Juga mengelola 1 warung makan lain, hasil kerjasama dengan Pak Haji.

Ada nilai tambah yang dia berikan kepada pelanggan. Yaitu makan pisang gratis. Kadang-kadang juga saya disuguhi es teh free.

Lantai warung relatif lebih bersih.  Demikian pula meja kursi, terlihat kinclong. Lalat jahat hampir tak ada. Letak warung amat strategis persis berada di depan pintu gerbang dermaga.

Dia mampu membuktikan, warung yang dipercayakan kepadanya ini makin eksis, setelah terjadi pergantian pengelola. Pak Haji sepertinya tak salah pilih.

Empat hari lalu, saya kembali makan ke warung ini setelah hampir 2 bulan berada di Kota M. Ada pemandangan berbeda.

Di pelataran warung, ada 2 buah kolam baru. Terbuat dari terpal minimalis. Ada puluhan ikan asyik berenang disana sementara di kolam lain, gerombolan lobster menikmati suasana air kolam.

"Luar biasa Si Daeng. Pengembangan bisnis dia lakukan terus-menerus," pujian hati.

"Kolam diluar milik bapak?" tanyaku kepo saat itu.

"Iya. Ikan dan udang itu untuk dimakan oleh pelanggan," jelasnya.

Saya terkaget. Rupanya itu demi kepentingan pelanggan dia. Yaitu menyuguhkan kesegaran daging ikan dan udang langsung dari kolam.

Ini sekaligus sebagai langkah taktis untuk berani tampil beda dengan para kompetitor. Luar biasa. Maybe dialah pelaku pertama melakukan terobosan seperti itu di pulau ini.

Lamunanku buyar tatkala dia memanggil anak lakinya. "Tangkap dulu! Ada pesanan baru," perintahnya dari balik punggung.

"What? Baru mau ditangkap hewannya? Tapi tenang guys. Tak butuh waktu berapa lama. Ini tentang udang bukan masalah menangkap ayam," hiburan hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar