Usianya sekitar 50-an. Karyawan senior di perusahaan event organizer (EO) ternama di Kota M dan jasa penyewaan tenda dan dekorasi terbesar di Indonesia Timur. Cabangnya ada di ibukota negara, Jakarta dan Samarinda, Kalimantan Timur.
"Perusahaan berdiri Tahun 1977," kata bapak yang mengenakan baju kantor saat pemeriksaan kesehatan. Di kantong depan tertulis CV. R. sementara di kedua lengan baju tercetak tulisan R. Group.
"Itu grup apa?" tanyaku menunjuk ke lengan.
"Induk usaha, PT. RDP. Selain CV. R., perusahaan juga memiliki unit bisnis antara lain R. (laundry), R. Mart (mini market) R. Konstruksi (ruko & perumahan) dan R. Catering (Catering) dan tambahan unit bisnis food & beverage (Kopi Tiam Oey). Rencana tak jauh dari klinik ini, akan dibangun cabang R. Mart," ujarnya sambil menunjuk ke arah kiri belakang.
Saya penasaran, bagaimana efek corona terhadap bisnis perusahaan di Kota M.
"Pernah 2 karyawan maskapai penerbangan menginfokan semua tenaga kontrak terpaksa dirumahkan. Akibatnya perusahaan kehilangan karyawan sampai 90 persen selama pandemi. Ada pemberian insentif sebesar Rp 600 ribu per bulan. Juga pernah datang, 2 karyawan perusahaan otomotif terbesar di Negara I memberitahukan omset perusahaan turun drastis diatas 50 persen karena covid-19. Bagaimana keadaan perusahaan bapak?"
"Sangat terpengaruh. Dari seratus karyawan, kini hanya sekitar 10 orang yang dipertahankan. Semua karyawan kontrak dan 4 karyawan tetap terpaksa dirumahkan. Ada teman yang rela digaji Rp 300 ribu per bulan," ucapnya dengan raut wajah sedih.
"Nasib mereka sekarang bagaimana?"
"Kebanyakan kerja freelance. Diantara mereka ada yang merintis usaha sewa tenda kecil-kecilan."
"Bagaimana dengan pesanan tenda?"
"Jauh berkurang. Dulu sebelum corona bisa mencapai 7 orderan per hari. Sekarang syukur kalau ada 1 pesanan dalam 2 minggu."
Saya teringat dg perkataan seorang karyawan senior PT. BK, anak perusahaan K. Group bahwa menurut perkiraan Pak JK, serangan corona tetap berlangsung hingga akhir tahun ini sehingga semua karyawan diminta banyak bersabar.
"Saya prihatin"
"Kantor utama yang paling besar baru-baru ini dijual dan kami kembali berkantor di lokasi lama yang lebih kecil".
"Saya menyimak"
"Perusahaan juga mengeluarkan sisa modal ratusan juta rupiah untuk membayar beberapa mantan karyawan yang di-PHK. Sempat ada demonya."
"Oh ya?"
Saya melakukan googling, membuktikan perkataannya. Memang benar, ada demo 3 hari dari karyawan yang didukung Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI).
Ada masalah radikal menimpa sektor usaha sejak lama. Karena aturan syariah minim dipakai dalam transaksi perburuhan dan aturan negara yang sudah terlanjur mengadopsi sistem ekonomi kapitalisme maka wajar akan terjadi banyak permasalahan antara buruh dan majikan.
Perseteruan ini makin amsyong tatkala datangnya tamu tak diundang, serangan teror corona. Diantaranya penetapan standar upah berdasarkan kebutuhan hidup minimal dan pengalihan beberapa hak buruh dari kewajiban negara menjadi kewajiban pemberi kerja.
Hampir mustahil kesejahteraan semua rakyat akan tercapai dalam lingkungan tak syar'i seperti ini. Yang ada segelintir pengusaha rakus menguasai banyak kekayaan warga sehingga ketimpangan antara nasib si miskin dan si kaya makin menjauhi titik angka nol.
Seorang Pemetik Harpa asal ibukota pernah berkata bahwa sangat sulit menemukan orang yang benar-benar tajir. "Makin kaya seseorang maka utangnya di bank biasanya makin banyak," katanya.
"Hampir semua pengusaha punya utang pinjaman di bank ribawi," kata Pemetik Harpa lain. Setahu saya, belum ada survei tentang masalah ini tapi dinamika di lapangan semakin membenarkannya.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Suatu saat nanti manusia akan mengalami suatu masa, yang ketika itu semua orang memakan riba. Yang tidak makan secara langsung, akan terkena debunya.” (Hr. Nasa`i, no. 4455)
Sebelum berpisah, saya bertanya kepada karyawan senior itu.
"Apa alasan utama perusahaan mempertahankan bapak?"
"Saya dipercaya memiliki multitalenta termasuk bidang kelistrikan," jawabnya singkat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar