Sabtu, 03 Juli 2021

Peradilan 1

Dia pasien yang kedua dari terakhir. Berusia diatas 50 tahun. Uban putih tumbuh dominan di atas kepala. Berbicara cepat tanpa olah vokal yang baik.

"Bapak kerja dimana?"

"Kantor pengadilan agama sebagai hakim"

"Kasus sengketa apa yang terbanyak?"

"Perceraian"

"Benarkah lebih banyak cerai gugat daripada cerai talak?"

"Ya"

"Penyebab?"

"Tak dinafkahi, perselingkuhan & KDRT"

"Apakah ada pengaruh corona dengan peningkatan perceraian?"

"Sebelum corona, angka perceraian sudah sangat tinggi"

Saya lebih mendekat kepadanya demi mencapai jarak lebih pas. Usaha memfilter vokal suara yang kurang jelas. Ditambah lagi adanya masker, penghalang gelombang suara yang menggetarkan tulang-tulang pendengaran.

"Sekarang ada kecenderungan makin maraknya kasus perkawinan di kalangan remaja. Sengketa yang tak bisa dimediasi KUA, dialihkan & didispensasi kepada kami," ungkapnya.

Saya teringat perkataan seorang aktivis perempuan di suatu wawancara TV swasta tentang keprihatinan kasus serupa. Anak sekarang lebih cepat dewasa karena tontonan & pergaulan bebas sementara batas usia nikah makin diperlama.

"Saat ini, berapa umur anak versi pengadilan? Kami di medis, pasien anak dianggap sampai 18 tahun kurang 1 hari"

"Minimal 19 tahun"

"Setahu saya dahulu, usia anak ditetapkan sampai 16 tahun, kenapa sekarang bisa berubah lebih lama?"

Ini tidak sesuai dengan fakta, potensi & kecenderungan perilaku sebagaimana pernyataan aktivis perempuan diatas.

"Itu tergantung kebijakan Mahkamah Konstitusi. Biasanya, jika pimpinan berganti maka berubah pula aturan"

Mestinya batas usia nikah lebih dipercepat atau minimal dipertahankan dengan memperbaiki faktor-faktor penyebab & pemicu seperti ekonomi, kebijakan politik, pendidikan & mengatur batas-batas pergaulan berdasarkan syariah Islam.

Sejak Zia Gokalp (1875-1924) mempopulerkan sekulerisme di Khilafah Ustmaniah dengan hasil bubarnya negara Islam warisan nabi itu & lahirnya banyak negara bangsa, kita masih sangat merasakan berbagai dampak ketimpangan termasuk pada pengadilan beserta prahara otak-atik batas usia anak.

"Meskipun menurut Islam, dia sudah terkategori dewasa tapi hukum positif masih menganggapnya sebagai anak"

"Apa efeknya?"

"Dia tak berhak memiliki surat keterangan dari negara.  Surat itu penting digunakan untuk keperluan administrasi lainnya"

Pada kasus lain, mungkin ini disebut perkawinan dibawah tangan alias nikah siri.

Bisa dimengerti kenapa kasus pacaran & seks bebas, perkawinan & perceraian dini serta dispensasi pernikahan meningkat tajam. Berbagai aturan turut serta menambah terbukanya pintu-pintu kesempatan sekaligus menyenggol sistem syariah.

Pasien itu memperbaiki posisi duduk menghadap kedepan sehingga suaranya lebih mudah terdengar.

"Pengadilan agama juga hanya mengurusi kasus perdata. Kasus pidana milik pengadilan negeri," jelasnya.

Perdata masih mengambil sebagian hukum Islam. Beda dengan pidana. Ini dimulai pada era reformasi Tanzimât (1839- 1876). Di negara +62, sejak masa kolonial sehingga tak heran hukum pidana penjajah Belanda masih dominan diadopsi menjadi hukum positif.

"Apakah pernah perkara pidana memakai hukum Islam?"

"Di Indonesia? Belum. Hukum rajam & potong tangan cuma diterapkan di Malaysia & Arab Saudi"

Seorang Pemetik Harpa pernah berkata bahwa hukum Islam buat sebagian orang dipersempit hanya seputar rajam & potong tangan. Penyimpangan penerapannya lalu digoreng & dibesar-besarkan sehingga terkesan kejam & tak manusiawi.

Padahal banyak intan permata Islam, masih terpendam di alam bawah sadar yang belum terungkap bagi sebagian besar orang. Harta berlian yang menggambarkan bagaimana Islam sebagai rahmatan lil alamin.

Malaysia & Arab Saudi oleh sebagian warga +62 masih menganggapnya sebagai negara Islam. Orang luar juga kemungkinan besar mengira Indonesia merupakan negara Islam. Wajar sebagai efek psikologi sosial.

Pengamatan teliti beserta pendalaman dalil naqli membuktikan bahwa ketiganya belumlah memenuhi syarat-syarat itu. Lebih tepat kita namakan saja sebagai negeri Islam, bukan negara Islam, sebagaimana negara2 mayoritas muslim lain.

1 komentar: