Kisah Nabi Yusuf AS mencontohkan bagaimana pentingnya suatu negara memiliki ketahanan pangan. Sebelum ancaman kekeringan benar2 datang, beliau sudah mengantisisapinya dengan aturan & kebijakan khusus.
Menggenjot produksi gandum selama musim hujan 7 tahun berturut-turut sehingga kuantitas produk bisa terjamin tetap eksis pada kondisi terburuk.
Mengadopsi teknik memetik gandum dengan tangkai sehingga kualitas rasa komoditas pangan mampu bertahan lama secara alamiah.
Menyimpan dalam lumbung gandum yang dibuat khusus dengan memberikan paparan suhu & kelembaban yang sesuai sehingga ini barang mampu berusia lebih panjang.
Selain produksi, distribusi pangan pokok menjadi atensi Nabi Yusuf AS. Kombinasi penukaran, jual beli, subsidi gratis warga misqueen & pencegahan monopoli gandum horang kaya. Ini sebagai jaminan konsumsi kebutuhan bahan pokok setiap warga negara, orang per orang.
Ada konflik antara kaum rohaniawan penjaga kuil VS penguasa Negeri Mesir plus Nabi Yusuf AS, seorang politikus handal & begawan ekonomi. Atas nama Tuhan adalah modus utama pemuka rohani menyedot kekayaan & memperkaya diri sendiri.
Penguasa Mesir saat itu menjadi objek dakwah hingga membenarkan ajaran tauhid lalu mengikuti Syariah yang dibawa Nabi Yusuf AS.
Meskipun kekeringan melanda 7 tahun berurutan, kekayaan negara tetap surplus sehingga komoditi sebagian dijual ke penduduk negeri tetangga, termasuk wilayah Kan'an, lokasi dakwah Nabi Ya'kub AS, ayah kandung Sang Nabi Ganteng.
Bagaimana dengan Syariah Nabi Muhammad SAW. dengan kondisi kekinian?
Setiap Nabi & Rasul mengajarkan tauhid namun memiliki syariah berbeda. Hambatan, tantangan & ancaman juga tak sama di setiap masa.
Kita merupakan pengikut ajaran tauhid Nabi Yusuf AS & Nabi Muhammad SAW namun hanya aturan syariah yang dibawa nabi terakhir, menjadi standar perbuatan setiap muslim.
Di masa sekarang pasca revolusi industri, dunia mewarisi ajaran Adam Smith, bapak ekonomi klasik kapitalisme & Karl Marx-Friedrich Engels, tokoh
sosialisme ilmiah.
Negara maju yang menerapkan ideologi ini tlah teruji mampu melahirkan berjubel produk teknologi & informasi sesuai kemajuan zaman. Revolusi industri berawal dari revolusi berpikir.
Kesuksesan produksi tak sejalan dengan distribusi. Banjirnya produk tak lantas bisa dinikmati setiap orang, terutama kebutuhan primer termasuk gandum & padi.
Ketimpangan distribusi kekayaan secara kualitatif bisa tergambar dari Koefisien Gini, ukuran kesenjangan antara pendapatan & kekayaan.
Indeks Gini berkisar antara 0 sampai 1. Bernilai 0 berarti pemerataan sempurna. Berbobot 1 berarti ketimpangan benar2 paripurna. Kurang 0,3 ketimpangan rendah, antara 0,3-0,5 moderat & lebih 0,5 tinggi.
Prinsip Pareto 20 : 80, artinya 20% horang terkaya memiliki 80% semua pendapatan penduduk, menghasilkan Rasio Gini minimal 0.6 (60%).
Pernyataan 1% seluruh populasi memiliki 50% semua kekayaan dunia. Berarti Gini Index minimal 0.49 (49%).
Bagaimana kekayaan menumpuk di suatu negara?
Tokoh kapitalisme mengajarkan kepemilikan individu. Lahirlah banyak korporasi swasta termasuk perusahaan tambang dari negara demokrasi tipe penjajah. Buka cabang di negara demokrasi tipe terjajah.
Penggagas sosialisme termasuk komunisme menyerukan kepemilikan negara. Ramai dibentuk BUMN atau perusahaan berkamuflase swasta namun menginduk ke negara lalu berekspansi ke negara demokratis terjajah.
Akibatnya, APBN negara2 koloni modern menjadi anjlok & selalu defisit. Belum lagi jebakan utang berbunga & lemahnya ketahanan moneter.
Penguatan moneter berbanding lurus dengan jumlah aset emas & perak serta berbanding terbalik dengan kuantitas cetakan uang kertas tanpa backup logam mulia (fiat money).
Di era Orde Baru, 70-80% pendapatan Negara I berasal dari pengelolaan kekayaan alam & 20-30% pajak. Pasca reformasi, disulap menjadi 70-80% pajak & 20-30% kekayaan alam. Korporasi swasta menang banyak!
APBN sehat bila mengalami surplus dimana pendapatan lebih besar daripada belanja dengan jaminan kesejahteraan, minimal makanan pokok & kebutuhan primer, setiap orang & bukan stuck di angka rata-rata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar