Di rumah lama, saya bersilaturahim dengan seorang pejabat pertanian di Kota M. Dialah kepala kantor andalan, lulusan S3 pertanian dari sebuah perguruan tinggi negeri terkeren sejagat Indonesia Timur.
"Bagaimana pendapat Anda terkait penggunaan tanaman bunga matahari & bunga kosmos untuk mengembalikan kesuburan tanah pertanian?"
"Belum tahu. Cara itu tidak diadopsi di pertanian sini. Kita masih mengandalkan penggunaan 3 pupuk, urea, TSP & KCl"
Saya menceritakan pengalaman singkat melintasi himawari no sato saat berada di Miyazaki Jepang. Kilauan bunga matahari seakan tersenyum hangat menyambut gerombolan pesepeda tangguh dari negeri asing yang jauh. Saya, Bunga Sakura, Profesor AndalanG, Jeng Shopping & Jeng Muda.
"Benarkah pupuk kimia sintetis menurunkan kualitas kesuburan tanah dalam waktu lama?"
"Sepertinya tidak jika ke-3 pupuk tadi dipakai semua. Praktek di lapangan, seringkali petani hanya menggunakan 1 jenis pupuk. Itu akan berisiko mempengaruhi kualitas tanah."
Makanan pokok masyarakat Jepang, sama dengan orang Indonesia, nasi. Bedanya ada di lathi. Beras Jepang terkenal dengan tekstur yang pulen, bersih & harum.
Berpenampilan gembrot daripada beras kita. Beras jangkung India Pakistan, briyani juga kalah banyak enaknya daripada Japonica Rice.
"Tanpa lauk sekalipun, makan nasi Jepang masih terasa nikmat," rekomendasi sensei lokal di kantornya di Kabupaten KK, sebelum saya berkunjung ke Negeri Sakura.
Beras Jepang akan diolah menjadi uruchimai & mochigome. Uruchimai adalah makanan pokok orang Jepang. Mochigome dipakai untuk membuat mochi & hidangan khusus seperti sekihan, nasi yang dimasak dengan kacang merah.
Pemanfaatan bunga tak semua tempat memakainya. Prefektur lain di Jepang, mereka juga masih menggunakan pupuk sebagaimana di negeri I. Hanya teknik pengolahan tanahnya sedikit beda.
Ada satu pertanyaan kronis yang terngiang-ngiang bila makan nasi dari beras baru.
"Kenapa slalu lebih enak daripada beras lama?"
"Beras untuk konsumsi bisa disimpan sampai 3 bulan agar aroma & nutrisi masih bertahan baik. Lama gabah untuk bibit lebih bagus hingga 6 bulan"
"Adakah hubungannya antara ketahanan rasa dengan teknik panen?"
Saya menceritakan secara singkat serial kisah Nabi Yusuf AS dari channel youtube. Saya merasa bersalah, amat telat & abai menontonnya hingga saya & Bunga Sakura tiba-tiba bersamaan sakit aneh di suatu malam.
Lalu teringatlah mimpi tentang Nabi Yusuf AS berada disisi Nabi Muhammad SAW. Keduanya berdiri & tersenyum lalu memperkenalkan diri. Mimpi tak biasa itu terjadi sekitar 6 tahun lalu ketika bertugas sebagai dokter PTT di sebuah pulau "tepi dunia" di Kabupaten Kepulauan S.
Berhari-hari saya melihatnya, kadang begadang, sampai selesai. Rupanya, banyak kisah teladan disana. Termasuk bagaimana cara beliau mengantisipasi ancaman paceklik selama 7 tahun berturut-turut karena musim kemarau & keringnya Sungai Nil di Negeri Mesir.
Nabi Yusuf AS menyarankan disaat panen, agar biji-bijian gandum tidak dipisahkan dari tangkainya sehingga mampu bertahan lebih awet. Bulir gandum itu lalu disimpan dalam lumbung gandum khusus yang dibuat tinggi menjulang.
"Adakah hubungannya dengan daya tahan & cita rasa padi?"
"Mungkin saja. Orang-orang dahulu sebelum adanya mesin panen padi, pengetaman gabah selalu dengan tangkai. Sekarang, pemotongan jerami seperti itu, tidak ada lagi yang melakukannya. Petani tak perlu lama menyimpan beras karena sesaat setelah gabah digiling, biasanya pedagang sudah berebutan membelinya."
Jawaban sama juga diberikan seorang petani padi di Daerah T.
Ada sebuah merk dagang kurma, Palm Fruit, import dari Negeri Tunisia. Paket kurma beserta tangkai dalam kemasan kotak. Lebih mahal memang namun kualitasnya premium & jauh lebih enak daripada kurma kebanyakan.
Adakah hubungan antara kualitas beras dengan teknik pemotongan padi beserta tangkainya? Tantangan penelitian para ahli pertanian untuk membuktikan.
Allah SWT. berfirman :
"Sesungguhnya ada beberapa tanda-tanda kekuasaan Allah pada (kisah) Yusuf & saudara-saudaranya bagi orang-orang yang bertanya." QS. Yusuf (12) : 7.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar